Sunan Gunungjati dan Perjalanannya
Syarif Hidayatullah, keponakan
Pangeran Cakrabuana yang dibesarkan di negara ayahnya, Mesir, ketika berusia
dua puluh tahun, pergi berguru kepada Syekh Tajuddin al-Kubri di Mekah selama dua tahun dan belajar kepada Syekh Ata’ullahi
Sadzili yang bermazhab Syafii. Kemudian Syarif Hidayat belajar ilmu tasawuf di Bagdad selama dua tahun. Setelah itu, ia kembali ke negara ayahnya dan diminta untuk
menggantikan posisi ayahnya yang sudah meninggal. Tetapi ia memilih untuk pergi
ke Pulau Jawa untuk menyebarkan Islam bersama pamannya (kakak dari ibu). Posisi Raja Mesir digantikan oleh adiknya,
Syarif Nurullah.
Syarif Hidayat singgah di Gujarat selama tiga bulan.
Kemudian melanjutkan perjalanannya ke Paseh dan sempat tinggal untuk berguru
agama Islam kepada Sayid Ishak selama dua tahun. Syarif Hidayat kemudian
meneruskan perjalanannya dan sempat singgah di Banten. Di Banten sudah banyak
yang memeluk agama Islam, yang telah disebarkan oleh Sunan Ampel. Oleh sebab
itu, ia terlebih dahulu pergi ke Ampel untuk bersilaturahim dengan para wali di
sana. Syarif Hidayat akhirnya sampai di Ampel. Di sana sedang diadakan
pertemuan para wali. Syarif Hidayat kemudian diberi tugas untuk menyebarkan agama
Islam di Cirebon, yang saat itu di sana terdapat uwaknya Haji Abdullah Iman.
Dalam perjalanan, Syarif Hidayat berhasil mengislamkan
Dipati Keling dan pengikutnya sebanyak sembilan puluh delapan orang. Akhirnya Syarif
Hidayatullah bersama rombongan tiba di
Amparan Jati pada tahun 1470 M. Ia bertemu dengan uwaknya Pangeran Walangsungsang
Cakrabuana. Pangeran Walangsungsang Cakrabuana sangat senang. Syarif Hidayatullah memperoleh nasihat-nasihat
dari Syekh Nurjati/Syekh Datul Kahfi. Setelah Syekh Datul Kahfi meninggal
dunia, Syarif Hidayatullah menggantikan posisi Syekh Datul Kahfi sebagai ulama
yang mengajarkan agama Islam dengan gelar Syekh Maulana Jati atau Syekh Jati. Syarif Hidayat menyebarkan Islam, berdakwah di Gunung Sembung dan
atas bantuan uwaknya, mendirikan pondok pesantren di Gunung Sembung. Pangeran
Walangsungsang Cakrabuana kemudian meminta Syarif Hidayatullah untuk tinggal
menetap dan menggantikan kepemimpinannya, menjadi raja dan pemimpin Agama Islam
di Pulau Jawa. Tetapi Syarif Hidayatullah belum bersedia karena masih ingin
berkelana. Pangeran Walangsungsang tidak berkeberatan.
Syarif Hidayatullah pun pergi mengembara ke arah
barat dan bertemu dengan Ki Gedeng Babadan. Kemudian menikah untuk pertama kali
dengan Nyi Mas Babadan atau Nyi Mas Retna Wati, putri Ki Gedeng Babadan pada
tahun 1471 M. Sebelum menikah, Syarifah Mudaim/ Nyi Mas Ratu Rarasantang,
ibunda Sunan Gunung Jati, memberikan nasihat pada putranya yang akan memasuki
gerbang pernikahan. Sang ibunda bertutur dengan harus dan lembut, menasehati
putranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar